BEST VIP CLUB!
BEST VIP CLUB!
200% Bonus
Article
11:58, 02.07.2025
Dalam beberapa tahun terakhir, kita sering mendengar berbagai ungkapan dan slogan yang menyatakan bahwa industri video game "sekarat," dengan setiap orang mengaitkan faktor dan argumen yang berbeda pada gagasan ini. Saat ini, topik yang ramai dibicarakan dalam dunia game tidak hanya tentang grafis, FPS, optimasi, mikrotransaksi, dan aspek teknis lainnya yang mempengaruhi persepsi terhadap game itu sendiri, tetapi juga tentang hak kepemilikan game—topik yang cukup spesifik dan tidak selalu jelas, terutama ketika aspek hukum jarang dibahas.
Di sinilah gerakan Stop Killing Games, yang dipimpin oleh YouTuber Ross Scott (dikenal sebagai Accursed Farms), muncul, menjadi pusat ketegangan dalam diskusi: hak apa yang dimiliki pemain setelah membeli game digital?
Mari kita telusuri apa itu kampanye ini, dari mana asalnya, dan apa tujuannya.
Gerakan Stop Killing Games adalah inisiatif yang diluncurkan oleh konsumen video game yang menuntut agar penerbit tetap menyediakan akses ke game bahkan setelah server ditutup—terutama jika game tersebut dijual dengan harga penuh. Ide di balik gerakan ini adalah bahwa jika sebuah perusahaan mengambil akses ke game yang telah dibayar oleh orang-orang, itu bukan hanya ketidaknyamanan—itu adalah bentuk penghancuran digital.
Kampanye ini dimulai pada April 2024 ketika Ubisoft menutup The Crew—sebuah game balap yang bergantung pada online yang terjual lebih dari 12 juta kopi. Meskipun memiliki mode pemain tunggal, game tersebut menjadi sepenuhnya tidak dapat dimainkan setelah Ubisoft menutup servernya.
Ini bukanlah game pertama yang "menghilang," tetapi situasi ini menjadi yang paling publik dan menyakitkan, dengan jelas menyoroti masalah yang telah menumpuk selama bertahun-tahun. Pemain melihat ini bukan sebagai insiden terisolasi tetapi sebagai cacat sistemik—ilusi kepemilikan di era digital. Situasi dengan The Crew sekali lagi menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah pemain benar-benar memiliki game tersebut?
Ross Scott, dikenal melalui seri Freeman’s Mind, telah terlibat dalam pelestarian media selama bertahun-tahun. Kampanyenya, Stop Killing Games, bukan hanya serangkaian video YouTube tetapi juga inisiatif hukum dan politik yang mencakup petisi dalam European Citizens' Initiative—salah satu dari sedikit alat yang benar-benar dapat mengubah legislasi UE.
Argumen Ross jelas: game yang dijual tanpa tanggal kedaluwarsa yang jelas tidak seharusnya menghilang begitu saja. Sistem saat ini terlalu bergantung pada "itikad baik" penerbit dan tidak menjamin bahwa perpustakaan game Anda akan tetap menjadi milik Anda dalam 5, 10, atau 20 tahun.
The Crew menjadi "percikan." Keputusan Ubisoft untuk menutup server tanpa alternatif mengakibatkan semua pemain—bahkan mereka yang bermain solo—kehilangan akses. Mereka bahkan tidak bisa meluncurkan game tersebut. Dan ini meskipun:
Kemarahan bukan hanya tentang game yang menghilang tetapi preseden: penerbit dapat menghancurkan produk yang sudah dibayar—tanpa kewajiban untuk melestarikannya atau mengembalikan uangnya.
Meskipun memiliki slogan yang sederhana, kampanye ini memiliki tujuan yang jelas dan praktis. Ini tidak menuntut pelestarian abadi dari semua fungsi online—ini tentang akses yang wajar ke game yang dibeli, bahkan setelah dukungan resmi berakhir.
Tuntutan utama Stop Killing Games meliputi:
Gerakan ini tidak menuntut agar pengembang mendukung game selamanya dan tidak bertujuan untuk menghukum studio karena menutup proyek yang sudah usang. Tujuannya adalah keadilan bagi konsumen dan akses jangka panjang: mereka yang membeli game harus dapat memainkannya—tanpa batasan waktu.
Untuk mencapai tujuan ini, kampanye ini menggabungkan inisiatif hukum dan kesadaran publik. Ross Scott meluncurkan petisi resmi dalam European Citizens' Initiative—sebuah mekanisme kuat yang berpotensi mengarah pada legislasi baru di UE. Jika petisi ini mengumpulkan jumlah tanda tangan yang diperlukan pada akhir Juli 2025, ini akan menjadi langkah serius pertama dalam perlindungan hukum game digital.
Ini adalah masalah pelestarian warisan budaya dan perlindungan hak konsumen. Saat ini, game bukan hanya hiburan tetapi juga bentuk seni digital modern, dan dalam beberapa kasus, investasi.
Tidak semua orang setuju dengan tujuan atau metode gerakan ini. Salah satu kritikus utama kampanye ini adalah pengembang independen dan streamer Pirate Software (nama asli Jason Thor Hall), yang merilis video yang dengan tajam mengkritik inisiatif ini. Dia menyebutnya samar, tidak realistis, dan berpotensi membebani studio kecil, menyebabkan komplikasi hukum.
Kekhawatiran utamanya:
Menurut Pirate, persyaratan agar setiap game memiliki jalur pelestarian setelah penutupan server bisa merugikan pengembang kecil. Dia juga menunjukkan bahwa inisiatif ini mengalihkan perhatian dari masalah hak digital yang lebih mendesak.
Kritik ini berdampak signifikan pada kampanye Stop Killing Games: jumlah tanda tangan menurun, pemahaman berkurang, dan banyak pemain mundur.
Ross Scott merespons langsung, merilis video bantahan rinci di mana dia membantah semua klaim dan tuduhan yang dibuat oleh Pirate Software. Dia menjelaskan bahwa tujuan kampanye ini bukanlah dukungan game abadi atau serangan terhadap studio kecil. Ini tentang jaminan minimal untuk pemain—terutama dalam kasus di mana game dijual tanpa tanggal kedaluwarsa yang jelas.
Diskusi antara kedua kreator ini dengan cepat berubah menjadi perseteruan publik. Sebagian komunitas menuduh Pirate Software mengacaukan kampanye pada saat kritis. Ross bahkan mengklaim bahwa inilah alasan jumlah tanda tangan petisi menurun secara signifikan. Sementara itu, game Pirate Software sendiri, Heartbound, mulai diboikot oleh pemain yang merasa dikhianati.
Topik ini jauh lebih luas daripada The Crew, Ross Scott, atau Pirate Software. Di jantung gerakan Stop Killing Games terletak pertanyaan kunci zaman modern: ketika Anda membeli game digital—apa sebenarnya yang Anda dapatkan?
Tidak seperti media fisik, game digital dapat dihapus kapan saja. Mereka sering bergantung pada server, akun, atau sistem DRM yang dapat dinonaktifkan. Karena kerapuhan ini, video game sangat sulit untuk dilestarikan untuk masa depan. Ketika penerbit menutup game—seringkali tidak ada cara legal untuk memainkannya lagi. Tanpa akses ke kode sumber atau komponen sisi server—bahkan upaya pelestarian terbaik pun tidak berdaya.
Buku, film, dan musik memiliki perpustakaan, arsip, dan lembaga pelestarian yang mapan. Video game modern tidak. Ratusan game dari tahun 2000-an dan 2010-an sudah benar-benar hilang, dan pemain terpaksa beralih ke pembajakan atau emulator untuk menghidupkan kembali pengalaman bermain. Ini bukan hanya masalah hak konsumen—ini adalah bencana budaya.
Hingga Juli 2025, petisi European Citizens' Initiative telah mengumpulkan lebih dari 75% dari tanda tangan yang diperlukan. Dengan batas waktu yang semakin dekat, sulit untuk mengatakan apakah itu akan mencapai tujuannya. Namun, bahkan jika gagal, gerakan ini telah mencapai sesuatu yang penting—telah menjadikan pelestarian game digital sebagai topik diskusi global.
Kreator terkemuka seperti MoistCr1TiKaL dan SomeOrdinaryGamers secara publik mendukung inisiatif ini dengan menyebarkan berita di YouTube dan Twitch. Bahkan jika petisi ini tidak berhasil, tekanan pada industri semakin meningkat.
Gerakan ini telah mencapai beberapa tonggak penting:
Untuk pertama kalinya, penerbit menghadapi pertanyaan langsung: apa yang terjadi pada game setelah server dimatikan?
Badan pemerintah di Prancis, Jerman, dan Australia telah mulai meninjau keluhan yang diajukan oleh inisiatif ini, menunjukkan perhatian serius terhadap masalah ini dari otoritas perlindungan konsumen.
Jelas bahwa gerakan Stop Killing Games bertujuan untuk niat baik bagi komunitas gaming, terutama bagi pemain yang menikmati game lama yang telah ada selama bertahun-tahun. Meskipun game tersebut mungkin sudah usang secara moral atau teknis, mereka tetap dicintai oleh banyak pemain yang masih menghabiskan waktu dalam proyek-proyek ini atau setidaknya sesekali kembali ke dalamnya.
Namun, apakah mungkin mencapai tujuan akhir dan menetapkan sasaran, dan apakah itu tepat sama sekali? Baik ya maupun tidak. Pengembang mengambil langkah tertentu, seperti menutup server karena alasan internal: biaya tambahan, perubahan strategi masa depan, kedaluwarsa lisensi, dll.
Semua ini mungkin diuraikan dalam dokumen hukum mereka, yang sepenuhnya legal dan membuat seluruh perjuangan Stop Killing Games untuk hak konsumen menjadi tidak berarti, karena pengguna "bersalah karena tidak membacanya dalam perjanjian lisensi."
Banyak dokumen hukum pengembang dan penerbit menyatakan bahwa pemain membeli bukan game itu sendiri tetapi hak untuk menggunakannya. Ini tidak jelas bagi semua orang karena alasan objektif, karena hampir tidak ada yang membaca dokumentasi game ini.
Kedua belah pihak (pengembang-penerbit dan Stop Killing Games) perlu mencapai kompromi bersama, yang, meskipun ada penutupan server atau nuansa hukum lainnya, harus menyediakan akses ke game: menerbitkan versi "bajak laut" resmi sehingga pemain dapat terus menikmatinya, atau bekerja untuk mencegah insiden semacam ini di masa depan. Juga, informasi tentang hak untuk menggunakan atau kepemilikan game harus dibuat lebih terbuka kepada pembeli sekali untuk selamanya.
Apakah kampanye Ross Scott akan mengubah legislasi tidak diketahui dan tidak mungkin. Tetapi itu telah menetapkan arah yang mungkin membawa perubahan pada industri game.
Komentar